Komunikasi Antarbudaya Dalam Rangka Akulturasi Masyarakat Islam dan Hindu (Studi Kasus Pada Tradisi Perang Topat di Desa Lingsar, Kecamatan Lingsar, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat)

Perang Topat di Desa Lingsar, Lombok Barat, menjadi representasi unik dari keberagaman budaya Indonesia. Tradisi ini, dimiliki oleh suku Sasak, berlangsung sejak lama dan memiliki misi perdamaian dalam konteks keberagaman budaya dan kepercayaan. Perang Topat ini dipercaya menjadi simbol perdamaian yang menceritakan damainya masyarakat Lombok Barat yang hidup dalam keberagaman antara umat Islam dan Hindu.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus kemudian pendekatan kualitatif dan tipe penelitian deskripif yang melakukan teknik pengumpulan data melalui observasi langsung, wawancara mendalam dan dokumentasi. Dengan teori yang digunakan yaitu teori Anxiety and Uncertainty Theory atau bisa disingkat dengan (AUM) Dalam pembahasan ini, teori Anxiety and Uncertainty Management (AUM) digunakan sebagai landasan untuk memahami dan menganalisis kecemasan pada proses akulturasi melalui komunikasi antarbudaya dalam perang Topat di Desa Lingsar.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahwa Desa Lingsar merupakan masyarakat yang kaya akan keberagaman agama dan budaya, menjadi tempat di mana proses berlangsungnya akulturasi dan komunikasi antarbudaya terjadi secara alami. Perang Topat menjadi contoh hidup tentang bagaimana toleransi dapat terwujud melalui komunikasi dan saling memahami.
Kesimpulan dari peneltian ini bahwa proses berlangsungnya akulturasi melalui komunikasi antarbudaya di Desa Lingsar juga sangat berpengaruh di acara Perang Topat sehingga proses komunikasi antar kedua belah pihak sangat intens sehingga membuat mereka saling memahami dan saling mengerti. Kemudian Jika dikaitkan dengan teori yang dipilih yaitu teori Anxiety and Uncertainty Theory (AUM) ini, peneliti dapat menyimpulkan bahwa meskipun Perang Topat ini dijadikan simbol perdmaian antar umat beragama namun masih ada kecemasasan dan ketidakpastian dari informan, karena masih ada masyarakat Desa Lingsar yang menggunakan telur busuk. Meskipun terdapat kecemasan dan ketidakpastian terkait penggunaan telur busuk yang dapat memicu emosi selama Perang Topat, namun secara keseluruhan tidak ada kekhawatiran besar terkait dengan gesekan serius, namun rasa kecemasan dan ketidakpastian itu terus ada.
Kata Kunci: Akulturasi, Komunikasi Antarbudaya, Perang Topat di Desa Lingsar.