ADOPSI APLIKASI SIMPELDESA : MENGGESER RELASI SOSIAL ANTARA WARGA DAN PEMERINTAH DESA (Studi di Desa Kendalbulur, Kabupaten Tulungagung)

Program digitalisasi untuk daerah pedesaan dituangkan dalam Pasal 86 ayat 1-6 UU No. 6 tahun 2014 tentang desa. Undang-undang ini memberdayakan desa-desa di Indonesia untuk mengimplementasikan teknologi informasi dalam pembangunan desa. Fenomena digitalisasi perdesaan memiliki implikasi yang luas terhadap berbagai aspek sosiologis kehidupan manusia, termasuk pola interaksi, dinamika interpersonal, sikap dan perilaku individu, serta persepsi identitas individu. Fenomena ini juga terlihat jelas di desa digital Kendalbulur. Dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, pemerintah desa telah mengembangkan sebuah aplikasi untuk mengelola urusan sosial, ekonomi, dan pemerintahan. Seiring dengan proses digitalisasi, masyarakat telah mengalami transformasi dalam cara warga berinteraksi dengan pemerintah desa, beralih dari kehadiran fisik ke ruang virtual. Pergeseran hubungan antara warga dan pemerintah desa ini menjadi topik yang penting untuk diteliti karena mengubah pola pikir masyarakat desa, terutama yang lahir pada era baby boom, bukanlah hal yang mudah. Transformasi ini mengharuskan semua warga untuk mahir dalam menggunakan teknologi informasi. Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif kualitatif yang dikombinasikan dengan metodologi Rapid Rural Appraisal (RRA). Subjek penelitian dipilih dengan menggunakan prinsip purposive sampling, dan analisis data dilakukan dengan mengikuti kerangka kerja yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman. Kepala Desa (Kades), sebagai representasi aparat pemerintah desa, tetap mengedepankan komunikasi langsung dengan warga. Di samping pemanfaatan teknologi digital, seperti aplikasi Simpeldesa, komunikasi langsung dalam konteks ini melibatkan praktik-praktik seperti musyawarah dan gotong royong, baik dengan warga desa itu sendiri maupun dengan perwakilan mereka, seperti ketua RT atau RW